Pengertian Sumpah Pocong
Pengertian Sumpah dapat dilihat dari dua segi yaitu : Dari segi bahasa, Sumpah berasal dari bahasa arab yaitu Al yamin berarti adalah tangan kanan, karena waktu sumpah diikuti/sambil mengangkat tangannya.
Dari segi istilah Sumpah itu adalah menguatkan suatu perkara (mentahkiq) dengan cara menyebut salah satu sifat-sifat Allah, seperti Demi zat yang maha kuasa.
Pocong adalah kain putih yang digunakan untuk membungkus jenazah. Jadi, Sumpah Pocong adalah supah yang mana pihak yang disumpah ditidurkan (ada juga yangsambil berdiri) dan dibungkus dengan kain kafan dan diletakkan sebagaimana posisi orang mati dengan wajah yang tetap terbuka. (Mujtaba, 2007 : 52).
Sumpah Pocong sendiri adalah salah satu tradisi masyarakat pendalungan dalam menyelesaikan konflik antar personal. Konflik yang biasanya didasari oleh prasangka dari salah satu pihak kepada pihak lain dengan suatu tuduhan.
Sejarah Lahirnya Sumpah Pocong
Banyak dikalangan para ahli yang berbeda pendapat dalam mencari awal mula munculnya ritual Sumpah Pocong ini, dapat dilihat dari beberapa sebab antara lain :
Akibat adanya santet, tenung, sihir, nujum, kejadian ini bukan hanya jaman sekarang saja akan tetapi dijaman Nabipun juga ada, seperti pada zaman Nabi Musa, Nabi Muhammad. Sehingga terjadi dizaman sekarang ini yakni di jember khususnya tentang isu santet, tukang santet dan konflik sosial dan didahului konflik personal pernah sampai pada titik ekstrim, seperti dalam peristiwa pembantaian orang-orang yang dianggap sebagai dukun santet pada tahun 1998 di jawa timur.
Akibat main hakim sendiri, karena dikhawatirkan terjadi persengketaan dari kedua pihal yang akhirnya mengakibatkan main hakim sendiri, diadakanlah upacara Sumpah Pocong, dengan tujuan untuk meredam perselisihan tersebut.
Landasan hukum negera tentang santet tidak dapat memecahkan suatu masalah / meredamkan masalah karena revisi hukum apapun tidak dapat menyelesaikan kasus santet yang unik ini, artinya pemecahan baru sampai tahap hubungan antara tukang santet dengan orang yang menyewanya sebagai suatu permufakatan jahat, belum benar-benar menyentuh inti persoalan santet, yaitu hubungan antara penyentet dengan orang yang disantat.