Jumat, 04 Januari 2013

Sejarah pencetakan al-Qur'an


Judul Buku : Sejarah pencetakan al-Qur'an
Penulis : Hamam Faizin, MA

Informasi tentang sejarah pencetakan al-Qur’an masih minim dan simpang siur. Oleh sebab itu, diperlukan perhatian khusus untuk merekonstruksi sejarah pencetakan al-Qur’an yang objektif dan nir-bias. Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) tersendiri bagi sejarawan muslim dan pengkaji al-Qur’an.


Pada tahun 2004, sarjana-sarjana pengkaji al-Qur’an di Jerman dan Netherland telah menjawab ‘PR’ tersebut. Penerbit IDC, penerbit akademis buku-buku sumber yang jarang di Leiden telah me-launching hasil penelitian koleksi-koleksi al-Qur’an yang dicetak di Barat pada tahun 1537-1857 M. 

Penelitian tersebut dibukukan dengan judul Early Printed Korans: The Dissemination of the Koran in the West, yang diedit oleh Hartmut Bobzin dan August den Hollander. Buku ini memberikan informasi yang lebih tentang sejarah pencetakan al-Qur’an awal yang cukup comprehensif dan terhitung baru. Meskipun tidak menutup kemungkinan terjadinya bias-bias kepentingan. 

Selain buku tersebut, Encyclopaedia of the Qur’an (Brill: Leiden-Boston, 2004) yang di-chief-editor-i oleh Jane Dammen McAuliffe, juga memberikan informasi yang cukup memuaskan tentang sejarah pencetakan al-Qur’an, terutama di entri Printing of the Qur’an yang ditulis oleh Michael W. Albin dan beberapa entri lainnya terkait dengan pencetakan al-Qur’an seperti Qur’an and Media.

Tulisan ini mencoba merangkum sejarah pencetakan al-Qur’an untuk pembaca dengan mengacu pada terutama kedua referensi tersebut dan referensi sekunder lainnya.

Informasi tentang siapa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana al-Qur’an dicetak pertama kali masih belum jelas betul. Namun mayoritas sarjana menyepakati bahwa Al-Qur’an pertama kali dicetak dengan the moveable type, (jenis mesin cetak yang ditemukan oleh Johannes Gutenberg sekitar 1440 M di Mainz, Jerman) oleh Paganino dan Alessandro Paganini (ayah dan anak, keduanya adalah ahli pencetakan dan penerbitan), antara 9 Agustus dan 9 Agustus 1538 di Venice, Itali (sekarang lebih dikenal dengan Venesia. 

Sarjana Islam menyebut kota ini dengan al-Bunduqiiyah). Sebagian informasi menyatakan bahwa cetakan ini konon tidak beredar karena dilarang Gereja Katolik. Akhirnya cetakan tersebut musnahkan.

Namun informasi lain menyatakan bahwa lain. Konon, cetakan al-Qur’an yang dibuat oleh Paganino dan Alessandro Paganini akan dikirim ke Imperium Ottoman. Ketika Alessandro Paganini pergi ke Istanbul untuk menjual produknya (al-Qur’an cetakan), Kaisar Ottoman tidak menyambutnya dengan hangat karena banyak kesalahan di dalamnya, apalagi yang mencetak adalah orang yang dianggap kafir (non-muslim). 

Memang, sultan Ottoman, Bayazid II (1447 atau 8-1512 M) dan Salim I (1470-1520 M) pernah mengeluarkan larangan penggunaan buku-buku yang dicetak. Namun kebenaran isu ini masih tetap perlu diteliti lebih lanjut.

Pelarangan peredaran al-Qur’an sudah berlangsung berabad-abad semenjak Paus Clemens VI sekitar 1309 M. Hingga akhir, al-Qur’an boleh dicetak dan diedarkan apabila disertai komentar penyangkalan dan kritikan atas kebenaran isi al-Qur’an. Hal ini mendorong dicetaknya terjemah al-Qur’an. Terjemah al-Qur’an pertama kali ke dalam bahasa Latin dicetak di Nurenberg pada 1543 M.

Terjemahan al-Qur’an bahasa Latin dipersiapkan di Toledo oleh Robert of Ketton (Robertus Ketenensis), dibantu oleh seorang native Arab dan diedit oleh teolog Zurich, Theodore Bibliander. Edisi ini terdiri dari tiga bagian: al-Qur’an itu sendiri; sejumlah pembuktian kesalahan al-Qur’an oleh sarjana terkemuka; dan sejarah Turki. Edisi ini sukses besar dan dicetak ulang pada 1550 M.

Ada juga cetakan-cetakan bagian al-Qur’an, yakni Surah Yusuf. Cetakan surah Yusuf ini dilakukan oleh orientalis Belanda Thomas Epernius (1584-1624) pada 1617 di Leiden. Awalnya Surah Yusuf dijadikan sebagai bahan latihan untuk pelajaran bahasa Arab. Pada tahun tersebut Epernius telah mendidirikan percetakannya dengan tipe Arabic, yang disebut dengan ‘Erpenian type’, sebuah landmark dalam sejarah tipografi Eropa tentang Arab.
Pencetakan al-Qur’an berikutnya dilakukan di Hamburg pada 1694 oleh Abraham Hinckelmann yang memberikan kata pengantar dengan bahasa Latin. 

Empat tahun kemudian, yakni 1698, al-Qur’an cetakan edisi lain diterbitkan oleh Ludovico Maracci dengan tujuan teologis, dimana edisi ini dilengkapi dengan teks Arab dan terjemah bahasa Latin dan penolakan atas Islam oleh Ludovico Maracci.

Pada tahun 1701 orientalis Andreas Acoluthus dari Breslau mempublikasikan sebuah lembaran untuk sebuah poliglot al-Qur’an, yang di dalamnya di mencetak Surah Pertama al-Qur’an dalam bahasa Arab, Persia dan Turki.

Pada tahun 1787, Yang Mulia Ratu Rusia Tsarina Catherin II menyuruh agar al-Qur’an dicetak dengan tujuan politis, seperti toleransi keagamaan. Dia ingin agar keturunan Muslim Turki mudah mengakses kitab suci tersebut. Al-Qur’an cetakan ini di-tahqiq oleh sarjana-sarjana Islam dan diberi kutipan-kutipan keterangan dari kitab-kitab tafsir. Kemudian edisi ini dicetak lagi pada tahun 1789, 1790, 1793, 1796 dan 1798.

Pendirian percetakan di dunia Islam tertunda karena para sultan di Kekaisaran Ottoman melarang penggunaan buku-buku yang dicetak oleh orang Eropa—yang menurut mereka kafir. Oleh sebab itu, penerbitan untuk mencetak buku-buku didirikan pada akhir abad ke-15 di Constantinopel dan kota-kota lainnya di Imperium Ottoman. 

Baru kemudian pada tahun 1787 Kekaisaran Ottoman mencetak Mushaf al-Quran dan diterbitkan di St. Petersburg, Rusia. Edisi cetakan ini lebih dikenal dengan edisi Malay Usmani. 
Edisi ini lalu diikuti oleh percetakan lainnya. Di kota Volga, Kazan, al-Qur’an pertama kali dicetak pada tahun 1801 (ada pula yang menyatakan pada tahun 1803). Persia (Iran) mulai mencetak al-Qur’an pada tahun 1838. London pada tahun 1833. India pada tahun 1852, dan Istanbul pada tahun 1872.

Pada tahun 1834, al-Qur’an dicetak di Leipzig dan diterjemahkan oleh orientalis Jerman, Gustav Flugel. Mungkin cetakan al-Qur’an yang lebih baik tinimbang edisi-edisi yang dicetak orang-orang Eropa sebelumnya. 

Edisi ini dilengkapi dengan concordance (pedoman penggunaan) al-Qur’an yang dikenal dengan 'Flugel edition'. Terjemahan Flugel membentuk fondasi penelitian al-Qur’an modern dan menjadi basis sejumlah terjemahan baru ke dalam bahasa-bahasa Eropa pada tahun-tahun berikutnya. Edisi ini kemudian dicetak lagi pada tahun 1841, 1855, 1867, 1870, 1881 dan 1893.

Namun edisi ini dinilai masih memiliki banyak kecacatan, terutama pada sistem penomeran surah yang tidak sesuai dengan yang digunakan umat Islam umumnya. 
Pada tahun 1798, percetakan dimulai di Mesir. 
Pada saat itu Napoleon (1769-1821) berkampanye dengan mencetak leaflet dan pamflet-pamflet dekrit-dekrit dan peraturan Napoleon. Namun ketika Muhammad Ali Basha menjadi penguasa Mesir pada 1805, dia memulai laki kerja percetakan pada 1819 dan percatakan itu dinamai “al-Matba‘ah al-Ahliyah” (The National Press).

Namun pencetakan al-Qur’an di Mesir baru dimulai tahun antara 1923-1925. Edisi ini dicetak dengan percetakan modern. Edisi Mesir ini menjadi mushaf standar dimana bacaan al-Qur’an sudah diseragamkan. Edisi Mesir adalah salah satu dari ratusan versi bacaan Alquran (qiraat) yang beredar sepanjang sejarah perkembangan kitab suci ini. 

Edisi itu sendiri merupakan satu versi dari tiga versi bacaan yang bertahan hingga zaman modern. Yakni masing-masing, versi Warsh dari Nafi yang banyak beredar di Madinah, versi Hafs dari Asim yang banyak beredar di Kufah, dan versi al-Duri dari Abu Amr yang banyak beredar di Basrah. Edisi Mesir adalah edisi yang menggunakan versi Hafs dari Asim. 
Edisi Mesir ini juga dikenal dengan edisi Raja Fadh karena dialah yang memprakarsainya. 

Di Asia Tenggara, al-Qur’an dicetak sendiri oleh orang daerah. Pada tahun 1848, menurut penelitian Abdurrazak dan Proudfoot, Muhammad Azhari, orang asli Sumatera membuat sebuah litografi al-Qur’an yang kemudian dia cetak pada tahun 1854. Kisahnya, setelah kembali dari pengembaraannya di Makkah, dia mampir di Singapura memberi peralatan dan perlengkapan percetakan. 

Selanjutnya, pada tahun 1947 untuk pertama kali Al-Qur’an dicetak dengan teknik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang kaligrafer Turki yang terkemuka, Badiuzzaman Sa’id Nursi (1876-1960). 

Kemudian sejak tahun 1976 Al-Qur’an dicetak dalam berbagai ukuran dan jumlah oleh percetakan yang dikelola oleh pengikut Sa’id Nursi di Berlin (Jerman). 

Mulai abad ke-20 pencetakan al-Qur’an sudah ditangani oleh umat Islam sendiri dan menjamur di negara-negara Islam. Pada tahun 1984 berdirilah percetakan khusus Al-Quran “Majma’ Malik Fahd Li Thibaah Mushaf Syarif”, percetakan terbesar di dunia, yang memang hanya mencetak Al-Quran saja. Letaknya di kota Madinah. Lembaga ini berada di bawah Kementerian Agama Kerajaan Arab Saudi.

Semenjak edisi Raja Fadh INI, al-Qur’an mulai dicetak dengan berbagai ukuran, bentuk, jenis kaligrafi, hiasan (ornamen) dan penambahan keterangan-keterangan lainnya, sebagaimana yang kita temukan sekarang ini.

Sumber : viva.co.id

"Mama, Jangan Benci Aku"

Kisah ini benar adanya dan saya menulisnya dengan hati yang dalam supaya kejadian ini menjadi pelajaran untuk kita semua supaya jangan ter...