Sabtu, 10 Januari 2015

Impian Terbang Crew Air Asia




Pict by : www.channelnewsasia.com

Tubuh perempuan yang terapung di laut itu mengenakan cincin di jari manis kiri dan arloji Alexandre Christie.Pada seragam pramugari AirAsia yang dikenakannya tersemat nametag “Khairunisa Haidar”.Khairunisa Haidar Fauzi adalah kru AirAsia QZ8501 pertama yang ditemukan oleh Badan SAR asional. 

Selain Nisa—begitu sapaannya— pada penerbangan itu ada pilot Kapten Iriyanto, kopilot Remi Emmanuel Plesel, awak kabin Wanti Setiawati, Oscar Desano, Wismoyo Ari Prambudi, serta teknisi Saiful Rahmat. 






Haidar Fauzi, ayah Nisa, tentu saja berharap putri bungsunya selamat dari kecelakaan pesawat itu. Ia berharap perempuan 22 tahun itu bisa pulang kampung ke Palembang pada 6 Januari 2015 seperti yang dijanjikannya.
Namun kabar yang datang, Nisa ditemukan dalam keadaan meninggal. Haidar dan keluarga pun hanya bisa pasrah.

“Keluarga alhamdulillah kuat, sudah ikhlas kalau memang adik saya meninggal,” ujar M. Ikhsan Nul Kamil, kakak Nisa. Mahasiswi Jurusan Hukum Tata Negara Universitas Sriwijaya itu mengambil cuti demi mengejar impiannya menjadi pramugari.

Kuliahnya tinggal menyelesaikan skripsi saat bergabung dengan AirAsia sejak 2013. Hari-harinya di udara mengejar status karyawan tetap diisi dengan hobi memotret. Hasil jepretannya itu ia unggah di aplikasi berbagi foto Instagram.

Semenjak pesawatnya dinyatakan hilang, salah satu foto Nisa di Instagram dibanjiri komentar dan doa akan keselamatannya. Foto yang diunggah dua pekan lalu itu menampilkan kertas ditempel di jendela pesawat yang tengah terbang di atas awan.

“I LOVE YOU FROM 38000 ft” tulis Nisa di kertas itu.


Ketinggian 38 ribu kaki itulah yang terakhir diminta pilot Iriyanto kepada petugas air traffic controller di Jakarta. Selang dua menit jeda petugas ATC mengecek kemungkinan member izin naik ketinggian itu, Iriyanto tidak pernah menjawab lagi.

Keluarga dan kerabat Iriyanto tidak pernah menyangka pilot yang mengantongi lebih dari 20 ribu jam terbang itu bakal tertimpa kecelakaan. Komandan Pangkalan Udara Adisutjipto Marsekal Pertama Yadi I Sutanandika menyebut seniornya itu angkatan 30 Sekolah Penerbang TNI AU Adisutjipto yang lulus pada 1983.

Calon pilot di sekolah itu digembleng menerbangkan mulai helikopter tempur hingga jet tempur F-5 Tiger. “Beliau lulusan terbaik sekolah penerbangan,” kata Yadi. Keponakan Iriyanto, Doni,  menceritakan pamannya itu pernah jadi pilot markas TNI AU di Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur, yang menerbangkan F-16 Fighting Falcon. “Om Iriyanto pensiun dini,” kata Doni.

Lantas Iriyanto banting setir ke penerbangan sipil dan berkarier di maskapai Merpati, Adam Air, dan akhirnya ke AirAsia. Selama bekerja di AirAsia itu, Iriyanto menetap di Perumahan Pondok Jati, Sidoarjo, Jawa Timur.

Iriyanto, yang menjabat ketua RT dan pengurus Masjid Nurul Yaqin di perumahannya itu, tinggal di sana bersama istrinya, RR Widya Sukati Putri, dan kedua anaknya, Angela, 25 tahun, dan Arya, 7 tahun. Sejak menerima kabar pesawat suaminya hilang, istri Iriyanto terpaku di depan televisi memantau perkembangan pencarian. “Mudah-mudahan suami saya dalam keadaan selamat,” kata Widya.

Dalam penerbangan nahas dari Surabaya ke Singapura itu, Iriyanto didampingi kopilot  kerkebangsaan Prancis, Remi Emmanuel Plesel, 45 tahun, yang sudah tiga tahun menetap di Indonesia. “Sejak masih muda, dia bermimpi menjadi pilot dan itu menjadi kenyataan,” kata Renee, saudara perempuan Plesel, kepada The Straits Times.

Plesel, yang lahir di Martinique,wilayah Prancis di Karibia, adalah Wakil Presiden APPAG atau asosiasi pilot keturunan Antillo-Guyanais. Mengantongi lebih dari 2.000 jam terbang, Plesel tercatat pernah menjalani pendidikan penerbangan oleh Federal Aviation Administration di Amerika Serikat.

Bersama Iriyanto dan Plesel, ada teknisi pesawat kawakan Saiful Rahmat, 38 tahun. Hidup Saiful sejak kecil sudah berkelindan dengan dunia penerbangan karena ayahnya anggota TNI AU, yang berdinas di Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Pekanbaru.

Lulus dari SMAN 8 Pekanbaru, Saiful merantau ke Jawa, mengadu nasib sebagai teknisi pesawat. “Awalnya adik saya teknisi maskapai Mandala,” kata Nunung Nursiah, 50 tahun. “Setelah (Mandala) tutup, dua tahun terakhir ini adik saya bekerja di AirAsia.” Saiful menetap di Surabaya. 

Namun tahun baru ini ayah dua anak itu berencana berlibur ke Pekanbaru. Nunung berharap, janji pulang kampung itu tetap bisa dipenuhi Saiful.
Namun harapan kru bisa pulang selamat ini kian tipis setelah pesawat diduga tenggelam dan satu demi satu korban ditemukan tewas tanpa mengenakan pelampung. Memasuki hari keempat sejak pesawat dinyatakan hilang pun baru tujuh korban yang ditemukan.

Istri pramugara Oscar Desano, Dessy Purbaningrum, pada Selasa, 30 Desember 2014, tidak kuasa mendengar kabar yang tak menggembirakan itu. “Istri Pak Oscar tadi dibawa keluarganya ke rumah sakit karena Bu Dessy shock berat,” kata Arief, tetangga rumah Oscar di Perumahan Delta Sari, Sidoarjo.

Dessy, yang berprofesi sebagai penyiar radio dan presenter, memang berharap betul suaminya pulang dengan selamat. “Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa,” kata Dessy, Minggu, 28 Desember 2014.

Sementara maskapai AirAsia sempat dikecam karena kampanye iklannya soal pesawat tidak akan pernah hilang setelah raibnya Malaysia Airlines MH370, Oscar yang jadi pegawainya disorot secara berbeda oleh media dunia.

Mereka justru menyanjung Oscar, yang menyatakan solidaritasnya buat sesama maskapai asal Malaysia itu. Beberapa pekan sebelum tragedi ini, Oscar menyampaikan keprihatinannya atas bencana penerbangan yang menimpa MH370 itu. Lewat akun Twitter, Oscar juga menyampaikan ucapan dukacita kepada keluarga kru dan penumpang pesawat Malaysia Airlines MH17 yang ditembak jatuh di Ukraina itu. “I feel truly sorry for the lost of MH17 by Malaysia Airlines,” tulis Oscar.

Sumber :
Majalah Detik
The Straits Times 
www.channelnewsasia.com

"Mama, Jangan Benci Aku"

Kisah ini benar adanya dan saya menulisnya dengan hati yang dalam supaya kejadian ini menjadi pelajaran untuk kita semua supaya jangan ter...