Jumat, 17 Februari 2012

DEMAM dan PARACETAMOL


Panas tinggi atau demam adalah suatu kondisi saat suhu badan lebih tinggi daripada biasanya atau di atas suhu normal. Umumnya terjadi ketika seseorang mengalami gangguan kesehatan. 
Suhu badan normal manusia biasanya berkisar antara 36-37 C

Jadi, seseorang yang mengalami demam, suhu badannya di atas 37 C. Sebenarnya, suhu badan yang mencapai 37,5oC masih berada di ambang batas suhu normal. Tentu saja sepanjang suhu tersebut tidak memiliki kecendrungan untuk meningkat. Dengan kata lain, ketika kondisi suhu badan mencapai ambang batas, sudah selayaknya hal tersebut mendapatkan perhatian yang lebih serius sehingga kemungkinan melampaui batas ambang dapat dihindarkan.

Demam dapat diderita oleh siapa saja, dari bayi hingga berusia paling lanjut sekalipun. Demam sesungguhnya merupakan reaksi alamiah dari tubuh manusia dalam usaha melakukan perlawanan terhadap beragam penyakit yang masuk atau berada di dalam tubuh. Dengan kata lain, demam adalah bentuk mekanisme pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit. Apabila ada suatu kuman penyakit yang masuk ke dalam
tubuh, secara otomatis tubuh akan melakukan perlawanan terhadap kuman penyakit itu dengan mengeluarkan zat antibodi. Pengeluaran zat antibodi yang lebih banyak daripada biasanya ini diikuti dengan naiknya suhu badan. Semakin berat

penyakit yang menyerang, semakin banyak pula antibodi yang dikeluarkan, dan akhirnya semakin tinggi pula suhu badan yang terjadi. ( Widjaja, 2001 ) Obat memiliki cakupan makna yang cukup luas, bukan hanya terbatas pada zat-zat yang digunakan untuk menyembuhkan seseorang dari sakit.

 Zat-zat yang berfungsi untuk menetapkan diagnosis (mengetahui penyakit), mencegah, mengurangi (meski tidak menyembuhkan), menghilangkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan, baik jasmaniah maupun rohaniah pada manusia dan hewan, juga disebut dengan obat.

Para peneliti merasa bahwa penggunaan obat-obat nabati yang berupa rebusan ataupun ekstrak, tidak sebaik yang diharapkan. Perbedaan asal tanaman dan cara pembuatan ramuan mengakibatkan perbedaan jumlah kandungan zat aktif.

 Hal ini menyebabkan efektivitas khasiat ramuan berbeda-beda, maka dilakukanlah isolasi (pemisahan) zat aktif yang ada dalam ekstrak atau rebusan obat tersebut sehingga didapatkan zat kimianya.

Zat ini harus dapat diketahui rumus kimianya (nama kimianya), sifat-sifat fisik dan kimianya, termasuk bagaimana obat bisa dibuat dalam bentuk yang tepat, untuk kemudian dicobakan pada binatang. Percobaan pada binatang ini dilakukan guna mengetahui cara kerja obat, efek obat, sifat-sifat obat, kecepatan dan lamanya obat bereaksi di dalam tubuh.

Apabila zat kimia itu berhasil dalam percobaan binatang, maka tahap selanjutnya adalah percobaan klinis kepada sukarelawan. Apabila percobaan ini menyimpulkan bahwa obat memiliki khasiat dan keamanan yang baik, maka barulah zat tersebut dapat didaftarkan kepada Badan Pemerintah yang berwenang (di Indonesia adalah Badan Pengawasan Obat dan Makanan) untuk mendapatkan pengakuan sebagai obat yang boleh diproduksi dan diedarkan.

Zat kimia inilah yang kemudian oleh pengobatan modern dinamakan sebagai obat (zat aktif). Obat dibuat dalam skala besar di pabrik obat. Dibuat dalam bentuk tablet, kapsul, sirup, atau bentuk lainnya, bisa pula dibuat dalam berbagai bentuk sekaligus. Pada proses pembuatannya, zat aktif obat tersebut biasanya akan ditambahkan bahan-bahan lain yang dimaksudkan agar dapat membantu menjadi bentuk obat yang baik.

Bahan-bahan tambahan juga dimaksudkan untuk membantu agar obat tersebut mudah masuk dan berkhasiat dalam tubuh sesuai dengan yang diharapkan. ( Widodo, 2004 )

Parasetamol merupakan obat yang memiliki khasiat meredakan sakit / nyeri dan menurunkan suhu demam. Parasetamol dimetabolisir oleh hati dan dikeluarkan melalui ginjal.
Parasetamol tidak merangsang selaput lendir lambung atau menimbulkan perdarahan pada saluran cerna. Diduga mekanisme kerjanya adalah menghambat pembentukan prostaglandin. ( http://www.actavis.co.id/ )
Obat ini digunakan untuk mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri dan menurunkan suhu badan yang tinggi. Misalnya pada sakit kepala, sakit gigi, nyeri haid, keseleo, demam imunisasi, demam flu dan lain sebagainya.

Obat-obat golongan ini yang beredar sebagai obat bebas adalah untuk sakit yang bersifat ringan, sedangkan untuk sakit yang berat (misal: sakit karena batu ginjal, batu empedu dan kanker) perlu menggunakan jenis obat keras (harus dengan resep dokter) dan untuk demam yang berlarut-larut membutuhkan pemeriksaan dokter. ( Widodo, 2004 )

Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik yang digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, dan demam.

Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik salesma dan flu. Parasetamol aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen, parasetamol tidak memiliki sifat antiradang.
  
Kata asetaminofen dan parasetamol berasal dari singkatan nama kimia bahan tersebut:
 - Versi Amerika N-asetil-para-aminofenol asetominofen
-  Versi Inggris para-asetil-amino-fenol parasetamol
( http://id.wikipedia.org/wiki/Parasetamol )

Asetaminofen atau yang biasa disebut Parasetamol, mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan Asetosal, meskipun secara kimia tidak berkaitan.

Tidak seperti Asetosal, Asetaminofen tidak mempunyai daya kerja antiradang, dan tidak menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung. Sebagai obat antipiretika, dapat digunakan baik Asetosal, Salsilamid maupun Asetaminofen.

Diantara ketiga obat tersebut, Asetaminofen mempunyai efek samping yang paling ringan dan aman untuk anak-anak. Untuk anak-anak di bawah umur dua tahun sebaiknya digunakan Asetaminofen, kecuali ada pertimbangan khusus lainnnya dari dokter. Dari penelitian pada anak-anak dapat diketahui bahwa kombinasi Asetosal dengan Asetaminofen bekerja lebih efektif terhadap demam daripada jika diberikan sendiri-sendiri. ( Sartono, 1996 )

Sebelum penemuan asetaminofen, kulit sinkona digunakan sebagai agen antipiretik, selain digunakan untuk menghasilkan obat antimalaria, kina. Karena pohon sinkona semakin berkurang pada 1880-an, sumber alternatif mulai dicari. Terdapat dua agen antipiretik yang dibuat pada 1880-an; asetanilida pada 1886 dan fenasetin pada 1887. Pada masa ini, parasetamol telah disintesis oleh Harmon Northrop Morse melalui pengurangan p-nitrofenol bersama timah dalam asam asetat gletser. Biarpun proses ini telah dijumpai pada tahun 1873, parasetamol tidak digunakan dalam bidang pengobatan hingga dua dekade setelahnya.

Pada 1893, parasetamol telah ditemui di dalam air kencing seseorang yang mengambil fenasetin, yang memekat kepada hablur campuran berwarna putih dan berasa pahit. Pada tahun 1899, parasetamol dijumpai sebagai metabolit asetanilida.

 Namun penemuan ini tidak dipedulikan pada saat itu. Pada 1946, Lembaga Studi Analgesik dan Obat-obatan Sedatif telah memberi bantuan kepada Departemen Kesehatan New York untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan agen analgesik. Bernard Brodie dan Julius Axelrod telah ditugaskan untuk mengkaji mengapa agen bukan aspirin dikaitkan dengan adanya methemoglobinemia, sejenis keadaan darah tidak berbahaya.

Di dalam tulisan mereka pada 1948, Brodie dan Axelrod mengaitkan penggunaan asetanilida dengan methemoglobinemia dan mendapati pengaruh analgesik asetanilida adalah disebabkan metabolit parasetamol aktif. Mereka membela penggunaan parasetamol karena memandang bahan kimia ini tidak menghasilkan racun asetanilida. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Parasetamol )

Derivat-asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak digunakan sebagai analgeticum, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya analgetis dan antipiretis, tetapi tidak antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek analgetisnya diperkuat oleh kofein dengan kira-kira 50% dan kodein.
Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat. Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah. Overdose bisa menimbulkan antara lain mual, muntah, dan anorexia.

Penanggulangannya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat penawar (asam amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi. Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu. Interaksi pada dosis tinggi memperkuat efek antikoagulansia, dan pada dosis biasa tidak interaktif. ( Tjay, 2000 )

Cara kerja Parasetamol
 Analgesik – antipiretik
 - Sebagai analgesik, bekerja dengan meningkatkan ambang rangsang rasa sakit
- Sebagai antipiretik, diduga bekerja langsung pada pusat pengatur panas di hipotalamus

Indikasi
- Meringankan rasa sakit pada keadaan sakit kepala, sakit gigi dan menurunkan demam

Kontra indikasi
- Penderita gangguan fungsi hati yang berat
 - Penderita hipersensitif terhadap obat ini

 Efek samping
- Penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati
 - Reaksi hipersensitivitas

Perhatian
- Hati-hati penggunaan obat ini pada penderita penyakit ginjal
- Bila setelah 2 hari demam tidak menurun atau setelah 5 hari nyeri tidak menghilang, segera hubungi Unit Pelayanan Kesehatan
 - Penggunaan obat ini pada penderita yang mengkonsumsi alkohol, dapat meningkatkan resiko kerusakan fungsi hati
 - Simpan pada suhu 15°C - 30º C, terhindar dari cahaya
 - Jauhkan dari jangkauan anak-anak ( http://www.actavis.co.id )

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan Parasetamol:
 - Kelebihan dosis dapat menyebabkan gangguan fungsi hati
- Makanlah bersama dengan makanan atau susu
- Selama menggunakan obat ini hindari minum alkohol. Minumlah air yang banyak (kira-kira 2 liter per hari)
- Pemakaian untuk dewasa tidak boleh lebih dari 10 hari terus menerus, dan anak anak tidak boleh lebih dari 5 kali sehari selama 5 hari ( Widodo, 2004 )

Keracunan Parasetamol
Parasetamol (Asetaminofen) adalah obat yang sangat aman, tetapi bukan berarti tidak berbahaya. Sejumlah besar asetaminofen akan melebihi kapasitas kerja hati, sehingga hati tidak lagi dapat menguraikannya menjadi bahan yang tidak berbahaya. Akibatnya, terbentuk suatu zat racun yang dapat merusak hati. Keracunan asetaminofen pada anak-anak yang belum mencapai masa puber, jarang berakibat
fatal.

 Pada anak-anak yang berumur lebih dari 12 tahun, overdosis asetaminofen bisa menyebabkan kerusakan hati.

Gejala keracunan parasetamol terjadi melalui 4 tahapan :
- Stadium I (beberapa jam pertama) : belum tampak gejala
 - Stadium II (setelah 24 jam) : mual dan muntah; hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa hati tidak berfungsi secara normal
 - Stadium III (3-5 hari kemudian) : muntah terus berlanjut; pemeriksaan menunjukkan bahwa hati hampir tidak berfungsi, muncul gejala kegagalan hati
 - Stadium IV (setelah 5 hari) : penderita membaik atau meninggal akibat gagal hati Gejalanya lainnya yang mungkin ditemukan ialah :
- berkeringat 
- kejang
 - nyeri atau pembengkakan di daerah lambung
- nyeri atau pembengkakan di perut bagian atas
 - diare
- nafsu makan berkurang
 - mual atau muntah
 - rewel
 - koma

Gejala mungkin baru timbul 12 jam atau lebih setelah mengkonsumsi parasetamol. Tindakan darurat yang dapat dilakukan di rumah adalah segera memberikan sirup
ipekak untuk merangsang muntah dan mengosongkan lambung. (http://fund0c.multiply.com/journal/item/128)

Asetilsistein (intravena atau oral ) dan metyion (oral) adalah antidot (penawar racun) yang berpotensi menyelamatkan nyawa pada keracunan parasetamol karena obat-obat tersebut meningkatkan sintesis glutation hati. Pasien yang mengkonsumsi parasetamol overdosis seharusnya diambil sampel darahnya pada 4 jam (atau lebih) setelah menelan untuk menentukan dengan cepat konsentrasi obat dalam plasma sehingga dapat diberikan antidot. Antidot yang paling efektif adalah asetilsistein yang diberikan secara intravena dalam 8 jam setelah menelan parasetamol. ( Neal, 2006 

"Mama, Jangan Benci Aku"

Kisah ini benar adanya dan saya menulisnya dengan hati yang dalam supaya kejadian ini menjadi pelajaran untuk kita semua supaya jangan ter...