Yang Tersulit
Salah seorang murid Nasrudin di sekolah bertanya, "Manakah keberhasilan yang
paling besar: orang yang bisa menundukkan sebuah kerajaan, orang yang bisa
tetapi tidak mau, atau orang yang mencegah orang lain melakukan hal itu ?"
"Nampaknya ada tugas yang lebih sulit daripada ketiganya," kata Nasruddin.
"Apa itu?"
"Mencoba mengajar engkau untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya."
Penyelundup
Ada kabar angin bahwa Mullah Nasrudin berprofesi juga sebagai penyelundup.
Maka setiap melewati batas wilayah, penjaga gerbang menggeledah jubahnya yang
berlapis-lapis dengan teliti.
Tetapi tidak ada hal yang mencurigakan yang ditemukan. Untuk mengajar, Mullah
Nasrudin memang sering harus melintasi batas wilayah.
Suatu malam, salah seorang penjaga mendatangi rumahnya. "Aku tahu, Mullah,
engkau penyelundup. Tapi aku menyerah, karena tidak pernah bisa menemukan
barang selundupanmu. Sekarang, jawablah penasaranku: apa yang engkau
selundupkan ?"
"Jubah," kata Nasrudin, serius.
Terburu - Buru
Keledai Nasrudin jatuh sakit. Maka ia meminjam seekor kuda kepada tetangganya.
Kuda itu besar dan kuat serta kencang larinya. Begitu Nasrudin menaikinya, ia
langsung melesat secepat kilat, sementara Nasrudin berpegangan di atasnya,
ketakutan.
Nasrudin mencoba membelokkan arah kuda. Tapi sia-sia. Kuda itu lari lebih
kencang lagi.
Beberapa teman Nasrudin sedang bekerja di ladang ketika melihat Nasrudin melaju
kencang di atas kuda. Mengira sedang ada sesuatu yang penting, mereka
berteriak,"Ada apa Nasrudin ? Ke mana engkau ? Mengapa terburu-buru ?"
Nasrudin balas berteriak, "Saya tidak tahu ! Binatang ini tidak mengatakannya
kepadaku !"
Tampang Itu Perlu
Nasrudin hampir selalu miskin. Ia tidak mengeluh, tapi suatu hari istrinyalah yang
mengeluh.
"Tapi aku mengabdi kepada Allah saja," kata Nasrudin.
"Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah," kata istrinya.
Nasrudin langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras, "Ya Allah,
berilah hamba upah seratus keping perak!" berulang-ulang.
Tetangganya ingin mempermainkan Nasrudin. Ia melemparkan seratus keping
perak ke kepala Nasrudin. Tapi ia terkejut waktu Nasrudin membawa lari uang itu
ke dalam rumah dengan gembira, sambil berteriak "Hai, aku ternyata memang wali
Allah. Ini upahku dari Allah."
Sang tetangga menyerbu rumah Nasrudin, meminta kembali uang yang baru
dilemparkannya. Nasrudin menjawab "Aku memohon kepada Allah, dan uang yang
jatuh itu pasti jawaban dari Allah."
Tetangganya marah. Ia mengajak Nasrudin menghadap hakim. Nasrudin berkelit,
"Aku tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan
pakaian bagus. Pasti hakim berprasangka buruk pada orang miskin."
Sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda.Tidak lama kemudian, mereka
menghadap hakim. Tetangga Nasrudin segera mengadukan halnya pada hakim.
"Bagaimana pembelaanmu?" tanya hakim pada Nasrudin. "Tetangga saya ini gila,
Tuan," kata Nasrudin.
"Apa buktinya?" tanya hakim.
"Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung. Ia pikir segala yang ada di dunia ini
miliknya. Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya dan kuda saya, tentu semua
diakui sebagai miliknya. Apalagi pula uang saya."
Dengan kaget, sang tetangga berteriak, "Tetapi itu semua memang milikku!"
Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup. Perkara putus.
Sembunyi
Suatu malam seorang pencuri memasuki rumah Nasrudin. Kabetulan Nasrudin
sedang melihatnya. Karena ia sedang sendirian aja, Nasrudin cepat-cepat
bersembunyi di dalam peti. Sementara itu pencuri memulai aksi menggerayangi
rumah.
Sekian lama kemudian, pencuri belum menemukan sesuatu yang berharga.
Akhirnya ia membuka peti besar, dan memergoki Nasrudin yang bersembunyi.
"Aha!" kata si pencuri, "Apa yang sedang kau lakukan di sini, ha?"
"Aku malu, karena aku tidak memiliki apa-apa yang bisa kau ambil. Itulah sebabnya
aku bersembunyi di sini."
Periuk Beranak
Nasrudin meminjam periuk kepada tetangganya. Seminggu kemudian, ia
mengembalikannya dengan menyertakan juga periuk kecil di sampingnya.
Tetangganya heran dan bertanya mengenai periuk kecil itu.
"Periukmu sedang hamil waktu kupinjam. Dua hari kemudian ia melahirkan
bayinya dengan selamat."
Tetangganya itu menerimanya dengan senang. Nasrudin pun pulang.
Beberapa hari kemudian, Nasrudin meminjam kembali periuk itu. Namun kali ini ia
pura-pura lupa mengembalikannya. Sang tetangga mulai gusar, dan ia pun datang
ke rumah Nasrudin,
Sambil terisak-isak, Nasrudin menyambut tamunya, "Oh, sungguh sebuah
malapetaka. Takdir telah menentukan bahwa periukmu meninggal di rumahku.
Dan sekarang telah kumakamkan."
Sang tetangga menjadi marah, "Ayo kembalikan periukku. Jangan belagak bodoh.
Mana ada periuk bisa meninggal dunia!"
"Tapi periuk yang bisa beranak, tentu bisa pula meninggal dunia," kata Nasrudin,
sambil menghentikan isaknya.