Minggu, 01 Juli 2012

Siapa Pencuri Kue Sebenarnya

Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam. Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba. 



Untuk membuang waktu, ia membeli buku dan sekantong kue di toko bandara lalu menemukan tempat untuk duduk. Sambil duduk wanita tersebut membaca buku yang baru saja dibelinya. 




Dalam keasyikannya tersebut ia melihat lelaki disebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua dari kue yang berada diantara mereka. Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan. Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. 


Sementara si Pencuri Kue yang pemberani menghabiskan persediaannya. Ia semakin kesal sementara menit-menit berlalu. 
Wanita itu pun sempat berpikir: ("Kalau aku bukan orang baik sudah kutonjok dia!") Setiap ia mengambil satu kue, Si lelaki juga mengambil satu. 
Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu. Dengan senyum tawa di wajahnya dan tawa gugup, Si lelaki mengambil kue terakhir dan membaginya dua. Si lelaki menawarkan separo miliknya sementara ia makan yang separonya lagi. 


Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir ("Ya ampun orang ini berani sekali"), dan ia juga kasar malah ia tidak kelihatan berterima kasih. 


Belum pernah rasanya ia begitu kesal. Ia menghela napas lega saat penerbangannya diumumkan. Ia mengumpulkan barang miliknya dan menuju pintu gerbang. Menolak untuk menoleh pada si "Pencuritak tahu terima kasih!". 


Ia naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari bukunya, yang hampir selesai dibacanya. Saat ia merogoh tasnya, ia menahan napas dengan kaget. 


Di situ ada kantong kuenya, di depan matanya. Koq milikku ada di sini erangnya dengan patah hati. Jadi kue tadi adalah miliknya dan ia mencoba berbagi. Terlambat untuk minta maaf, ia tersandar sedih. Bahwa sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu terima kasih dan dialah pencuri kue itu. 




Dalam hidup ini kisah pencuri kue seperti tadi sering terjadi. Kita sering berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri (subjektif) serta tak jarang kita berprasangka buruk terhadapnya. 


Orang lainlah yang selalu salah, orang lainlah yang patut disingkirkan, orang lainlah yang tak tahu diri, orang lainlah yang berdosa, orang lainlah yang selalu bikin masalah orang lainlah yang pantas diberi pelajaran.


Padahal kita sendiri yang mencuri kue tadi, padahal kita sendiri yang tidak tahu terima kasih. Kita sering mempengaruhi, mengomentari, mencemooh pendapat, penilaian atau gagasan orang lain sementara sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya.

"Mama, Jangan Benci Aku"

Kisah ini benar adanya dan saya menulisnya dengan hati yang dalam supaya kejadian ini menjadi pelajaran untuk kita semua supaya jangan ter...